Minggu, 27 Mei 2012

FALSAFAH HIMI PERSIS كن عالما أو متعلّما

Oleh: Heni Yuningsih*
 
Persatuan Islam adalah nama jam’iyyah yang digunakan untuk mengarahkan ruhul jihad, ijtihad, dan tajdid agar tercapai visi-misi jam’iyyah. Landasan filosofi jam’iyyah adalah persatuan rasa Islam, persatuan usaha Islam, dan persatuan suara Islam. Nama tersebut diberikan kepada jam’iyyah ini karena diilhami firman Allah dalam surat Ali Imran: 103,

” واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرّقوا”
“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai”

Hadits Nabi riwayat Tirmidzi:
” يد الله مع الجماعة”
“Pertolongan Allah beserta jama’ah”

Himpunan Mahasiswa (HIMA) dan Himpunan Mahasiswi (HIMI) Persatuan Islam lahir sebagai bagian dari dinamika perjuangan PERSIS yang bertujuan mengamalkan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, kelahirannya dirasakan sangat tepat, sebab perjuangan mengamalkan syariat Islam berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah bisa sempurna apabila seluruh komponen umat terlibat di dalamnya, termasuk para mahasiswa sebagai generasi muda intelektual.

HIMA dan HIMI PERSIS didirikan pada tanggal 24 Maret 1996 di Cianjur dengan tujuan membentuk insan akademis, mujaddid, revolusioner, dan berkepribadian Islami menurut Al-Qur`an dan As-Sunnah. Sebagaimana tercantum dalam Qaidah Asasi HIMI PERSIS BAB I pasal 3, tujuan HIMI PERSIS adalah:

1.Membentuk muslimah yang mujahid, mujtahid, dan mujaddid.
2.Membentuk muslimah yang peka terhadap persoalan-persoalan intelektual, keagamaan, sosial kemasyarakatan, dan keperempuanan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan berbagai usaha, antara lain:
1.HIMI PERSIS berusaha menghimpun dan mengembangkan potensi mahasiswi dalam upaya meningkatkan pembinaan mahasiswi.
2.Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota untuk meningkatkan fungsi HIMI PERSIS sebagai organisasi kader bagi masyarakat.
3.Berperan secara aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengembangkan pemikiran keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial kemasyarakatan bagi kemaslahatan umat.
4.Menjalin kerja sama dengan berbagai umat, organisasi, dan instansi.
5.Memberikan kontribusi dan perhatian terhadap permasalahan perempuan dengan segala usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Visi dan misi tersebut berdasarkan pada hadits:
حدّثنا أبو القاسم حفص بن عمر، قال: حدّثنا أبو حاتم الرازي، قال حدّثنا أبو سلمة ، قال حدّثنا حماد عن حميد عن الحسن عن أبي
الدرداء قال: كن عالما أو متعلّما أو مستمعا أو محبا ولا تكن الخامسة فتهلك. رواه أحمد

Semua visi dan misi HIMI PERSIS berdasarkan pada hadits tersebut dengan menjadikan potongan hadits tersebut sebagai motto HIMI PERSIS yaitu كن عالما أو متعلّما. Filosofi HIMI PERSIS adalah pendidikan, penelitian, dan pengabdian. HIMI bertujuan menjadikan mahasiswi sebagai orang yang berilmu atau yang mencari ilmu, hal ini tersirat dalam langkah pendidikan dan penelitian. Disamping itu juga, HIMI PERSIS bertujuan menjadikan kadernya sebagai orang yang mengajarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, hal tersebut tersirat dalam langkah pengabdian. Semua misi tersebut berdasarkan pada motto HIMI PERSIS, sehingga terwujud insan mujahidah, mujtahidah, dan mujaddidah.

Upaya memelihara ruhul jihad dilaksanakan melalui pembinaan para anggota khususnya dan umat Islam pada umumnya melalui kegiatan pendidikan dan dakwah agar memahami ajaran Islam secara utuh dengan baik dan benar, kemudian mengamalkannya dalam peri kehidupannya baik secara fardi maupun dalam kehidupan sebagai sebuah masyarakat.

Ruhul ijtihad dipelihara, dikembangkan, dan dimotivasi kenyataan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang diwariskan Rasulullah SAW ayat-ayat dan hadits-hadits ahkamnya cukup terbatas jumlahnya. Sementara tantangan dan problematika yang terkait dengan persoalan manusia dan kemanusiaan terus bermunculan dan berkembang dengan pesat dan cepat. Diperlukan peran para mujtahid untuk mengerahkan segala daya dan kemampuan dengan memperhatikan dalil, nash, dan kaidah-kaidah umum yang baku untuk memberikan respon atau jawaban terhadap setiap persoalan yang muncul. Untuk mewujudkan para mujtahid, HIMI PERSIS berusaha melakukan kajian dan penelaahan serta memberi jawaban terhadap persoalan yang muncul.

Tajdid yang diusung PERSI bukanlah membuat sesuatu yang baru, mengganti atau mengubah agama itu sendiri melainkan I’adatul Islam ila ashliha, wa ihyaus sunnah, yakni mengembalikan ajara Islam kepada asalnya dan menghidupkan sunnah. Tajdid bukanlah tahdits (mengada-ada) atau tabdil dan taghyir (mengganti atau mengubah), melainkan identik dengan ibanah atau purifikasi, yakni membedakan mana yang sunnah dan mana yang bid’ah, mana tauhid dan mana syirik.

Bersama didirikannya HIMA PERSIS didirikan pula HIMI PERSIS yang tujuan dan usahanya (HIMI memakai istilah Rencana Jihad) sama dengan HIMA, sehingga HIMA_HIMI dapat bekerja kolektif disesuaikan dengan karakter mahasiswa dan mahasiswi.
Wallahu a’lam bishshowab

 *Pengurus Pimpinan Pusat Himi Persis

sumber: http://heniyuningsih.wordpress.com/2011/11/04/falsafah-himi-persis-%D9%83%D9%86-%D8%B9%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%A7-%D8%A3%D9%88-%D9%85%D8%AA%D8%B9%D9%84%D9%91%D9%85%D8%A7/

Kamis, 24 Mei 2012

Buku bergambar Nabi Muhammad: Apa yang Salah??

Oleh: Desi el Humaira*


Rasanya belum genap setahun masyarakat digegerkan dengan buku LKS (lembar kerja siswa) yang berisi cerita tentang “istri simpanan.” Pertengahan Mei ini kita dikejutkan lagi dengan adanya buku cerita bahan ajar yang mencantumkan sa jelas gambar Nabi Muhammas Saw. Hal ini terungkap oleh siswa SD di Solo yang meminjam buku tersebut dari perpustakaannya, saat menyadari kejanggalan tersebut Ia pun melaporkan kepada orangtuanya dan berujung pada pengaduan pada pihak Kementerian Agama Kota Surakarta karena di dalam buku tertera tulisan bantuan dari Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI.

Dalam IRNews dikatakan Ada empat ilustrasi gambar sosok Muhammad pada buku yang disusun N Khasanah RA. “Pada halaman 43, sosok Muhammad digambarkan sebagai bayi dalam gendongan ibunya. Di depan gambar bayi tersebut, ada tulisan 'Muhammad' dalam huruf Arab untuk menunjukkan sosok bayi yang dimaksud. Kemudian pada halaman 44, Tulisan 'Muhammad' diletakkan pada sosok seorang anak laki-laki yang sedang menggembalakan kambing.  Tulisan yang sama juga ditemui di hal 46 yang menampilkan ilustrasi seorang remaja laki-laki diantara dua lelaki dewasa yang menggambarkan pembedahan dada Muhammad oleh dua malaikat di perkampungan Bani Sa'd.

Adapun Ilustrasi di halaman 48, Muhammad digambarkan tengah bertemu Buhairah, seorang pendeta ahli kitab yang sedang membuktikan tanda-tanda kenabian dalam dirinya. Sama halnya dengan halaman-halaman sebelumnya, sosok Muhammad ditunjukkan dengan tulisan Arab di atas gambar seorang laki-laki dewasa.”

Ditengah-tengah pemberitaan ini, yang mengejutkan adalah pernyataan sanggahan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam Tempo.co menyatakan bahwa buku bergambar Nabi Muhammad di Solo bukan produk Kementerian Agama. "Itu bukan dari buku Kementerian Agama yang didistribusikan untuk siswa Sekolah Dasar maupun Madrasah Ibtidaiyah,"  padaha padal buku  ''Kisah Menarik Masa Kecil Para Nabi'' yang diterbitkan oleh penerbit Nobel Edumedia, Jakarta itu terdapat stempel yang menyatakan bahwa buku tersebut merupakan bantuan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada 2011. Namun di pemberitaan yang lain, Suryadharma Ali  juga memastikan akan menarik semua buku yang ada dan mengusut tuntas kasus ini.

Pemberitaan ini memberikan pertanyaan besar bagi kita selaku masyarakat, khususnya yang bergelut di bidang pendidikan. Jadi sebenarnya seperti apa yang  dilakukan oleh pihak penyusun dan penerbit serta tuan-tuan pejabat terkait sehingga bisa meloloskan bahan ajar yang disertai gambar seperti ini. Penulis rasa, larangan menggambar sosok Nabi bukanlah hal asing bagi umat Islam, larangan itu jelas ada. Adapun jika kejadian ini terjadi karena ketidak tahuan pihak penulis atau ilustrator atau siapapun pada pihak penerbitan, lalu bagaimana dengan peran dari pihak Kemenag RI selaku pemberi ijin juga penyebar buku ini ke sekolah-sekolah. Apakah tidak ada staf ahli –yang benar-benar ahli dalam bidang tarikh Islam dan keagamaan- yang diterjunkan dalam proses produksi buku ini? Jelas disini sangat ditunggu dan dituntut pertanggung jawaban dari pihak tersebut. rasanya terlalu gegabah jika pihak Kemenag tidak ada yang tahu mengenai larangan menggambar sosok nabi Muhammad Saw. Dalam hadits dikatakan:

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الأَسَدِيِّ قَالَ : قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاً قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

“Dari Abul Hayyaj Al-Asadi dia berkata : ‘Ali bin Abi Tholih berkata kepadaku : “Maukah aku utus engkau pada apa yang Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku ? yaitu jangan kamu biarkan gambar kecuali kamu menghapusnya, dan kuburan yang  dikeramatkan kecuali kamu meratakannya.” ( HR. Muslim )

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ
مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّه

 “Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata : Ketika Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian isteri beliau menyebut-nyebut sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah yang disebut dengan Maria. Ummu Salamah dan Ummu Habibah rodhiyallohu ‘anhuma pernah mendatangi negeri Habasyah, mereka menyebutkan tentang kebagusannya dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka beliau pun mengangkat kepalanya, lalu bersabda : “Itulah orang-orang yang bila ada orang sholih di antara mereka yang mati, mereka membangun masjid di atas kuburannya kemudian membuat gambar-gambarnya. Itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Alloh.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rosul utusan-Nya.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhori )

Dari rangkaian hadits ini dapat disimpulkan bahwa sejatinya melukis makhluk hidup itu dilarang karena bisa jadi pemicu Paganisme yang baru. Ini merupakan kaidah Saddudz dzari’ah: menghambat atau menghalangi atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan atau maksiat.Pada hadits selanjutnya, Rasulullah Saw. Dengan jelas mencela kelakuan ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang sholih mereka dengan menggambarnya lalu memujanya. Hal ini bisa jadi pintu kerusakan akidah.

simpelnya, jika gambar orang sholih/ pemuka yang masyhur saja dilarang karena akan ada indikasi pengkultusan, apalagi sosok Rasulullah Saw. yang jelas-jelas posisinya sebagai Nabi dan Rasul terakhir, yang menyampaikan risalah kenabian untuk umatnya, umat akhir jaman. bisa dipastikan  jika ada gambar asli beliau, maka semua orang akan berebut mengkoleksinya untuk mengenang dan memujanya secara berlebihan yang bisa jadi mengaburkan akidah dan keyakinan, sebagaimana yang dilakukan Nasrani kepada Nabi Isa As.. Dari situlah mengapa umat Islam dilarang oleh Rasulullah Saw untuk menggambar beliau untuk menjaga kemurnian akidah tauhid.

Maka sudah seharunya kita selaku umat Islam lebih selektif dalam memilih buku bacaan terutama untuk anak-anak. Adapun untuk kasus ini penulis berharap agar segera diusut tuntas dan meminta kepada pihak terkait baik penulis, ilustrator, penerbit, editor dan pihak dari Kementrian Agama untuk lebih teliti dalam menerbit dna menyebarkan buku dan cepat tanggap terhadap masalah ini. Karena kasus seperti ini merupakan hal yang sangat sensitif bagi umat Islam yang harus segera diselesaikan demi menjaga kemurnian Agama dan  Risalah Islam. Wallahu a'Lamu bis sawwab..

Salam
Innamal 'ilmu Bit Ta'alum
Himi Persis PK. UPI
*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI 2010, Kabid Humas Himi Persis Pk.UPI

Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/23/079405726/Buku-Gambar-Nabi-Muhammad-Bukan-dari-Kementerian
http://www.indonesiarayanews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11857:empat-ilustrasi-sosok-nabi-muhammad-di-buku-cerita-sd&catid=446:nusantara-pilihan&Itemid=717
http://news.detik.com/read/2012/05/24/064813/1923351/10/menag-polisi-akan-usut-penyebar-buku-kartun-nabi-muhammad?9911012
http://elasgary.wordpress.com/2012/02/07/saddudz-dzariah/
http://dakwah.net46.net/?p=112

Jumat, 18 Mei 2012

Musykom Himi Persis Pk. UPI 2012: Ucapan Selamat Untuk Yunengsih, Ketua Baru Terpilih

Bismillah...

Kami segenap anggota Himi Persis Pk. UPI mengucapkan selamat atas terpilihnya ketua Himi Persis Pk. UPI periode 2012-2013 yaitu saudari Yunengsih (IPAI 2010) dalam Musawarah Komisariat Himpunan Mahasiswi Persis UPI yang dilaksanakan pada jum'at, 18 Mei 2012 di GSIT Ar Risalah Bandung. Semoga dengan terpilihnya beliau dalam musyawarah mampu memberikan kontribusi dan kemajuan bagi Himi Persis Pk. UPI kedepannya.





Innamal 'ilmu bit Ta'alum




Rabu, 09 Mei 2012

Panduan Muktamar dalam Al-Quran

Oleh: Rizki Abdurrahman*
       Berbicara tentang muktamar, yang mungkin terbayang di benak fikiran setiap orang adalah berkumpulnya orang-orang di suatu tempat untuk memutuskan kesepakatan bersama. Benarkah pemahaman muktamar semacam itu?. Lalu bagaimana dengan adab-adab yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan muktamar ini?. Berikut sekilas catatan kecil tentang panduan muktamar menurut Al-Quran. Mudah-mudahan bermanfa’at dan dapat di implementasikan dalam pelaksanaan setiap muktamar.

1. Pengertian Muktamar
       Dalam KBBI (2007: 760) , muktamar diartikan konferensi, kongres, rapat, perundingan dan pertemuan. Bila kita tela’ah dengan cermat, muktamar merupakan serapan dari bahasa Arab, yaitu mu’tamar (memakai hamzah, bukan “k”). Hal ini seperti pada ungkapan dakwah, yang diserap dari kata da’wah (memakai ‘ain) dan kata mukmin dari kata mu’min (memakai hamzah).
       Dalam perspektif bahasa Arab, Asal kata muktamar adalah dari amr, yang biasa diterjemahkan perkara atau urusan. Menurut Raghib (tt: 1: 47), ketika diubah menjadi i’timar, maka maknanya adalah qabulul amri, yaitu menerima urusan. Lebih lanjut Raghib menegaskan bahwa musyawarah disebut i’timar karena ada penerimaan dari masing-masing pihak atas sesuatu yang dimusyawarahkan.
       Dari uraian diatas, dapat kita fahami bahwa muktamar itu adalah pertemuan, yang di dalamnya ada saling menerima pendapat satu sama lain diantara para mu’tamirin. Lalu bagaimana panduan muktamar dalam Al-Quran.

2. Muktamar dalam Al-Quran
       Kata muktamar dalam Al-Quran dijumpai dalam dua ayat, yaitu dengan bentuk fi’il mudhore’ pada surat al-Qoshos ayat 20 dan bentuk fi’il amar dalam surat ath-Tholaq ayat 6.

a. Al-Qoshos ayat 20

وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ

"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu."
Penafsiran para mufassir tentang makna muktamar pada ayat tersebut:

1. Ibnu ‘Abbas (tt: 405) mengartikan muktamar dengan arti ittifaq, yaitu kesepakatan.

2. Ibnu Katsir (1999: 6: 266), Imam As-Sa’di (2000: 613), Ibnu Jazi (tt: 1356), Samin al-Halabi (tt: 3926), Al-Baghowi, (1997: 6: 199), As’ad Haumid (tt: 3154) Ibnu Jazi (tt: 1356), Al-Qurthubi (tt: 13: 236), Al-Maroghi (tt: 20: 47) mengartikan muktamar pada ayat tersebut dengan arti musyawarah.
3. Ats-Tsa’labi (tt: 1704) menambahaka, bahwa muktamar itu adalah bermaksud dan bermusyawarah. Ada juga yang mengartikan, satu sama lain saling memerintahkan.

4. Wahbah Zuhaili (1418 H: 20: 37), Sayyid Thantawi (tt: 3225), Al-Alusi (tt: 15: 99), Isma’il Haqqi (tt: 10: 131) juga mengartikan, muktamar dengan arti musyawarah, dan memberikan tambahan, musyawarah disebut muktamar karena masing-masing orang yang bermusyawarah itu memerintahkan yang lain dan mengikuti hasil musyawarah itu.

b. Ath-Thalaq ayat 6
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
      Bila disimak dengan baik, sebenarnya ayat tersebut berbicara dalam konteks perceraian. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Quran-nya, pada hakikatnya ayat di atas menuntut setiap orang yang terlibat situasi yang tidak disenanginya seperti perceraian, untuk tetap menyelesaikannya dengan ma’ruf. Pengertian ma’ruf itu sendiri, menurut Ibnu Katsir, dijelaskan Allah swt dalam surat Al-Baqoroh ayat 233, yakni tidak boleh menyusahkan pihak lain, khususnya istri dan anak. Walaupun dendam sudah sangat membara, hak nafqah istri untuk pemeliharaan anaknya tidak boleh diabaikan. (Risalah, September 2010: 3).
       Dengan demikian ayat tersebut merupakan panduan secara umum kepada orang mu’min untuk melakukan muktamar secara ma’ruf. Dalam konteks perceraian sebagaiaman dijelaskan sebelumnya muktamar secara ma’ruf dapat digambarkan dengan tidak boleh menyusahkan pihak lain, khususnya istri dan anak. Lalu bagaiaman kaitannya dengan konteks muktamar dalam rangka memilih ketua dalam suatu organisasi?.
       Sebelum membahasnya lebih lanjut, alangkah baiknya kita tela’ah secara cermat apa yang dimaksud dengan ma’ruf itu?. Berikut penulis sampaikan tentang makna ma’ruf menurut pandangan ulama

1) Pandangan Al-Jurjani
       Al-jurjani mendefinisikan ma’ruf yaitu:
المعروف كل ما يحسن في الشرع (التعريفات: 219
Ma’ruf adalah sesuatu yang dipandang baik dalam syar’i. (At-Ta’rifat: 219)

2) Pandangan Ashon’ani

المعروف ما عرف بأدلة الشرع أنه من أعمال البر سواء جرت به العادة أم لا فإن قارنته النية أجر صاحبه جرما و إلا ففيه احتمال ( سبل السلام : 4: 309
Ma’ruf adalah sesuatu yang diketahui berdasarkan dalil-dalil syar’I bahwa itu adalah perbuatan baik, apakah perbuatan itu sudah berjalan dalam adat maupun belum. Jika perbuatan itu disertai niat maka pelakunya akan mendapatkan pahala secara pasti, tetapi jika tidak maka hal itu ada beberapa kemungkinan (Subul as-Salam: 4: 309).

Dari definisi tersebut, setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita fahami bahwa ma’ruf itu:
a. Suatu perbuatan yang baik
b. Standar baiknya perbuatan tersebut berdasarkan syara’
c. Diketahui berdasarkan dalil syara’ (Al-Quran atau hadits)
d. Perbuatannya itu ada yang sudah berjalan secara adat atau belum berjalan secara adat (belum menjadi adat)
e. Akan menjadi pahala bagi pelakunya jika diniatlkan mendapat pahala dari Allah
Untuk lebih mempertajam tentang pengertian tersebut, dapat kita sebutkan beberapa contoh. Diantara perbuatan ma’ruf yang berkaitan dengan pergaulan misalnya, yang tua menyayangi yang muda, dan yang muda menghormati yangtua, tidak meremehkan orang lain, saling menghargai, tidak mencaci maki dan sejumlah perbuatan baik lainnya yang disyari’atkan oleh Islam.

Sekaitan dengan ma’ruf dalam muktamar, dapat kita aplikasikan sebagai berikut:

- Memiliki niat ikhlas dan tulus dalam keikutsertaan di muktamar (bukan karena ikut-ikutan atau sebatas    mencari perhatian)
- Bersikap lemah lembut dalam muktama.
- Bertutur kata yang sopan, dengan bahasa yang dapat difahami oleh semua kalangan
- Tidak berbicara kasar
- Tidak egois dengan pendapat sendiri
- Menghargai pendapat orang lain
- Tidak berbuat kegaduhan selama pelaksanaan muktamar
- Berbicara berdasarkan ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
- Tidak merasa paling tau
- Siap untuk menerima klarifikasi dari orang lain manakala pendapatnya keliru.

3. Kesimpulan

    Berdasarkan paparan diatas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
· Muktamar itu adalah kesepakatan dan musyawarah. Diartikan demikian, karena pada hakekatnya dalam musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama dengan jalan musyawarah
· Muktamar dalam Al-Quran dijumpai dalam dua ayat, dan maknanya adalah musyawarah
· Al-Quran membimbing agar muktamar hendaknya dilakukan secara ma’ruf
· Ma’ruf dalam muktamar yaitu menampilkan sikap yang bernuasnsa Islami

Demikianlah selintas catatan kecil tentang panduan muktamar dalam Al-Quran. Semoga bermanfa’at.

*ketua bidang kajian keilmuan HIMA PK UPI 2010-2013

Senin, 07 Mei 2012

konsep tarbiyah dalam wahyu pertama


Siti Laela Janiah*
Berbicara tentang konsep pendidikan, jauh sebelum manusia mencapai peradaban, islam telah memperkenalkan konsep tarbiyah ideal yang telah melahirkan banyak tokoh-tokoh ulama mendunia. Kembali menguak fakta historis yang tak terbantahkan bahwa ajaran perdana yang diluncurkan islam adalah ‘iqra!’ (Al-Alaq: 1-5), perintah membaca yang merupakan media memperoleh ilmu. Hal ini mengindikasikan bahwa ilmu menempati posisi khusus dalam islam, posisi tertinggi yang tidak ditempati oleh apapun. Ilmu menjadi kata kunci dalam ajaran islam, dimana ia merupakan jaminan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Secara harfiah, قرأ bermakna membaca yang sifatnya bersumber dari Allah SWT. dan manusia, maka yang menjadi objek bacaan bersifat umum segala sesuatu yang bersumber dari Allah dan manusia baik berupa teks, situasi, kondisi, lingkungan, sosial dan lain sebagainya.  Pengulangan kata قرأ pada ayat ketiga merupakan taukid (penekanan) bahwa keterampilan membaca ini harus dilakukan secara berulang sehingga tertanam dalam diri dan tercerminkan dalam tingkah laku (Al-Maraghi, 10: 30: 448).
Pada ayat kedua Allah memberitahukan bahwa ‘Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah’, hanya segumpal darah dan tidak lebih!, ini berarti tak ada yang patut disombongkan dari sosok manusia tetap Allah-lah yang Maha segala. Kaitannya dengan pendidikan bahwa harus berlaku tawadlu terhadap guru. Ayat tiga sebagai  taukid ‘bacalah! dan tuhanmu-lah yang Maha mulia’.
Ayat keempat berbunyi ‘yang telah mengajarkan manusia dengan (perantara) kalam’. Kalam adalah sesuatu yang dipotong runcing atau lebih dikenal dengan pena, ini bermakna media pendidikan yang berupa alat tulis, sekaligus terkandung makna anjuran menulis setelah membaca (belajar) sebagai tolak ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran, karena itu syarat kelulusan peserta didik dari suatu jenjang pendidikan yang sesuai dengan ajaran islam adalah dengan karya tulis.
Allah SWT. dalam ayat kelima kembali mengulang kata علّم (mengajarkan) setelah sebelumnya di ayat keempat. Ini merupakan penekanan bahwa bukan saja peserta didik yang harus mengulang-ulang bacaannya, pendidikpun dianjurkan untuk mengulang-ulang pelajaran sehingga meresap pada diri peserta didik dan terealisasi dalam amal.
Demikianlah konsep pendidikan yang terkandung dalam wahyu pertama yakni surat Al-Alaq: 1-5 bahwa:
a.       Allah SWT. memerintahkan kepada manusia untuk berilmu dengan cara membaca secara kontinue.
b.      Media pembelajaran berupa kalam (alat tulis).
c.       Etika peserta didik terhadap pendidik; tawadlu dan memuliakannya.
d.      Untuk selanjutnya hasil bacaan diamalkan dalam bentuk tulisan, perbuatan dan mengajarkan kembali secara kontinue pula. Wallahu a’lam
Sumber:
Al-Maragi. Ahmad Musthafa. (1974). Tafsir Al-Maragi Juz 1. Beirut: Daar Al-Fikr
Rosyidin, Dedeng. (2009). Kosep Pendidikan Formal Islam. Bandung: Pustaka Nadwah

* Staf bidang kajian keilmuan 

Minggu, 06 Mei 2012

Gema Persis UPI 2: Meretas Peradaban yang Berpendidikan


Oleh: Desi El Humaira*



Pada tanggal , gedung PKM UPI diramaikan dengan kegiatan Himpunan Mahasiswa Mahasiswi Persis (Hima Himi Persis) Komisariat UPI. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini bernama Gebyar Mahasiswa Persis (Gema Persis) yang diketuai oleh Toni Haryanto (Ilkom 08).

Acara ini merupakan acara tahunan kedua yang dilaksanakan oleh Hima Himi Persis UPI. Dengan tema “Meretas Peradaban yang Berpendidikan” Hima dan Himi Persis UPI ingin menunjukan kembali eksistensinya sebagai organisasi mahasiswa yang berkonsentrasi pada dakwah dan pendidikan. Hal ini diwujudkan dengan adanya seminar kependidikan yang bertema "Kualitas guru penentu masa depan anak bangsa" dengan pembicara Utomo Dananjaya (Pakar Pendidikan) dan Dr.Mamat Supriatna , M.Pd. (Tokoh Pendidikan Karakter) yang dilaksanakan pada hari ahad, 15 April 2012. Selain itu, ada pula diskusi sekaligus temu alumni dan kader Hima Himi Persis tentang “sertifikasi Guru dan Metode Pendidikan Persis” dengan Key note speaker Ust Dedeng Rosyidin selaku Bidgar Tarbiyah PP Persis yang dilksanakan pada hari sabtu. 14 april.

Selain kedua acara tadi, rangkaian acara lainnya ialah perlombaan untuk tingkat Tk/TPA hingga Aliyah Sederajat yaitu lomba menggambar, mewarnai, kaligrafi, Tahfidz, Cerdah cermat, dsb.

Namun kemeriahan Gema Persis 2 ini tidak berakhir saat penutupan pasca seminar pendidikan. Sebagai kepedulian yang Riil pada pendidikan, Panitia pun mengagendakan Bakti Pendidikan yang dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2012 di SD IT Rabbani, Cimenyan Kab. Bandung. Insyaallah.

Salam.
Panitia Gema Persis 2
Innamal ‘ilmu Bit Ta’alum

*Penulis merupakan mahasiswa P.B. Arab UPI 2010, Kabid KAIL Himi Persis UPI

Sabtu, 05 Mei 2012

Gema Persis UPI 2: Bakti Pendidikan @SDIT Rabbani, Cimenyan

Sabtu, 5 Mei 2012 rengrengan panitia Gebyar Mahasiswa Persis (GEMA PERSIS) melaksanakan agenda penutup acara tersebut yaitu Bakti Pendidikan di SD IT Rabbani Cimenyan, Kab. Bandung.

SD IT Rabbani merupakan lembaga pendidikan islam yang bernaung dibawah sebuah yayasan yang berdiri sejak tahun 2002, yang dimana pada saat itu sekolah-sekolah belum gratis, namun saat itu SD IT Rabbani sudah gratis sehingga sangat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menyekolahkan anaknya disana. Namun Konflik antara kepala sekolah dan pihak yayasan pada 2008 membuat kepala sekolahnya dipindah tugaskan, dan kemudian satu persatu gurunya meninggalkan sekolah terebut hingga  hampir saja bubar. Namun berkat kepedulian  dua orang pengajar lokal dan dua mahasiswa UPI pada 2010 sekolah ini kembali bernyawa. kabar lengkapnya bisa dibaca di sini

Saat pertama kali menginjakkan kaki di sekolah tersebut, suasana damainya desa terasa kental disana. Bangunan yang terdiri dari empat ruangan itu nampak masih kokoh menopang siswa-siswi yang bersemangat untuk belajar meski dengan keterbatasannya. Acara dimulai dengan akrabisasi dan perkenalan, semangat dan keceriaan anak-anak saat itu sukses meriuhkan suasana sekitar sekolah yang tenang dikelilingi kebun singkong dan pepohonan. Setelah itu, anak-anak tampak antusias menyaksikan film Hafalan sholat Delisa yang kami tayangkan untuk disaksikan bersama. keramahan dan keakraban pun tercipta diantara kami.

Setelah sholat dzuhur, acara dilanjutkan dengan bermacam-macam perlombaan. Antusiasme anak-anak nampak pada keikutsertaan dan keantusiasan mereka dalam mengikuti perlombaan yang kami sediakan. waktu pun bergulir begitu cepat hingga tak terasa waktu yang kami miliki untuk berbagi hari itu harus berakhir. Kebersamaan itu kami akhiri dengan pembagian hadiah dan simbolis pemberian media belajar dari Ketua pelaksana Bakti pendidikan, Wina kepada Hesti selaku kepala sekolah dan diakhiri dengan pembagian bingkisan untuk anak-anak dan musofahah.

Akhir kegiatan kami ini bukanlah akhir dari silaturahmi. Insyaallah kami akan mengadakan follow up untuk kedepannya masih bersama SD IT Rabbani yang sekarang sedang membuka rekruitmen Gerakan kakak asuh. 

Salam.
Panitia Bakti Pendidikan Gema Persis 2
HIMA HIMI PERSIS PK UPI



Selasa, 01 Mei 2012

Kiat Islami Mengokohkan Soliditas Organisasi (Bag 2)



Oleh: Rizki Abdurahman

2.  Tabayyun

     Dalam menjalani roda organisasi, seringkali kita jumpai adanya berita yang belum jelas kebenarannya sehingga menimbulkan kegelisahan sebagaian orang. Tatkala kita menemui berita tersebut, sikap yang mesti kita ambil adalah tabayyun terlebih dahulu, tidak langsung mengambil keputusan dan kesimpulan yang bisa merugikan atau menyinggung perasaan orang lain.

     Sikap tabayyun terhadap berita yang belum jelas ini diperintahkan oleh Allah dalam surat al-Hujurat ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات : 6(

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
 berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

     Alqurthubi (2007: 8: 581) menerangkan bawah, ada pendapat ayat ini turun tentang Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. Sebab turunnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa’id dari Qotadah, bahwasanya Nabi saw mengutus Walid bin ‘Uqbah untuk mengambil shodaqoh kepada Bani Mushtaliq. Ketia mereka melihat Walid, mereka menghadap ke arahnya maka Walid pun merasa takut kepada mereka. Dalam satu riwayat, karena adanya dendam antara Walid dan mereka. Maka Walid pun pulang menemui Nabi, lalu memberitakan bahwasanya mereka sungguh telah murtad dari Islam. Setelah mendengar berita itu, maka Nabi pun mengutus Khalid bin Walid dan memerintah kepadanya untuk meneliti dan tidak tergesa-gesa. Maka Khalid pun pergi sampai mendatangi mereka pada waktu malam. Beliau mengutus mata-matanya. Ketika mereka datang mereka menginformasikan kepada Khalid bahwa mereka berpegang teguh terhadap Islam, mereka mendengar adzan dan mereka pun shalat. Ketika waktu shubuh datang, Khalid datang menemui mereka dan ternyata beliau melihat kebenaran apa yang diberitakan oleh mata-matanya itu. Khalid pun kembali menemui Nabi, lalu mengabarkan kepadanya hakikat berita yang sesungguhnya. Maka turunlah ayat ini. Kemudia Nabi bersabda, “Pelan-pelan itu dari Allah, dan tergesa-gesa itu dari perbuatan syetan”.

     Dari asbabunnuzul ayat tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa berita yang sampai kepada kita tidak seharusnya kita langsung membenarkannya. Tapi  harus tabbayyun terlebih dahulu tentang hakikat berita yang sebenarnya. Lalu apa yang dimaksud dengan tabbayyun itu?
Penafsiran fa tabayyanu menurut para mufasir:

a. Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir: 26: 255 (Maktabah Syamililah)
فَتَبَيَّنُوا أي اطلبوا بيان الحقيقة ومعرفة الصدق من الكذب،
Maksudnya, adalah carilah kejelasan yang sebenarnya dan mengetahui antara yang benar dan bohong.

b. Abdullah bin Abdul Hasan at-Turki dalam Tafsir Al-Muyassar: 9: 227 (Maktabah Syamililah)
فتثبَّتوا من خبره قبل تصديقه ونقله حتى تعرفوا صحته؛
Maksudnya, telitilah berita itu sebelum dibenarkan dan disampaikan sehingga diketahui yang sebenarnya.

c. Muhammad Sayyid Thantawi dalam Tafsir Al-Wasith : 3933 (Maktabah Syamililah)
فتبينوا } وقرأ حمزة والكسائى { فثبتوا } ومعناهما واحد ، إذ هما بمعنى التأنى وعدم التعجل فى الأمور حتى تظهر الحقيقة فيما أخبر به الفاسق .
Sekaitan dengan bacaan fa tabayyanu ini, Hamzah dan Kisai membaca dengan fa tsabbitu. Makna keduanya adalah sama, karena keduanya bermakna pelan-pelan, tidak tergesa-gesa dalam urusan sehingga tampak hakikat yang diberitakan oleh yang fasiq

d. Tafsir ayat ahkam: 543 (Maktabah Syamilah)
فتبينوا } : التبيّن : طلب البيان والتعرّف ، وقريب من التثبت ، والمراد به هنا التحقق والتثبت من الخبر حتى يكون الإنسان على بصيرة من أمره .
Makna tabayyun adalah mencari kejelasan dan pengetahuan dan dekat dengan ketelitian. Maksud tabayyun di sini adalah memastikan, mencari berita yang benar sehingga manusia menjadi tahu tentang perkaranya. 

e. Isma’il Haqqi dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani, 14: 59
فتبينوا } اى ان جاءكم فاسق بخبر يعظم وقعه فى القلوب فتعرفوا وتفحصوا حتى يتبين لكم ما جاء به أصدق هو ام كذب ولا تعتمدوا على قوله المجرد
Maksudnya, jika ada orang fasiq membawa berita kepadamu yang menggetarkan hati maka ketahuilah dan telitilah sehingga ada kejelasan bagimu apakah yang dibawa itu benar atau bohong dan janganlah berpegang kepada ucapan yang omong kosong (tanpa bukti).
                                                                 
Dari berbagai penafsiran para ulama diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
§  Jika ada berita apa pun yang masih meragukan, belum jelas kebenarannya maka sikap yang harus ditampilkan adalah tidak langsung mempercayai dan meyakini berita tersebut, tetapi harustabayyun terlebih dahulu.
§  Tabayyun dapat diartikan sebagai sikap tidak tergesa-gesa dalam menerima berita, tidak langsung mempercayai berita itu. Tabayyun itu adalah usaha mencari informasi yang sebenarnya dengan teliti sampai terbukti mana yang benar dan mana yang salah sehingga diperoleh berita yang sebenarnya yang sesuai dengan kenyataan.
      Inilah kiat Islam yang kedua dalam membimbing umatnya untuk mengokohkan soliditas organisasi. Organisasi akan tetap solid manakala budaya tabayyun ini terus dilesatarikan oleh pihak-pihak yang ada di organisasi tersebut, apa pun nama organisasinya. Wallahu ‘Alam.




*Penulis adalah Kabid KAIL Hima Persis Pk UPI, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI Bandung

Kiat Islami Mengokohkan Soliditas Organisasi (Bag 1)



Oleh: Rizki Abdurahman, S.Pd*

Setiap organisasi memiliki cita-cita dan keinginan selalu memberikan yang terbaik bagi umat.  entu saja keinginan tersebut jangan hanya sebatas wacana belaka, tetapi harus diwujudkan dengan berbagai upaya menuju kearah sana. Salah satu hal yang penting untuk diupayakan adalah mengokohkan soliditas dalam tubuh organisasi. Suatu organisasi akan berdiri tegak, kuat dan kokoh manakala para penghuni organisasi tersebut memiliki kesolidan. Lalu bagaimana Islam memberikan kiat-kiat agar organisasi tetap solid?. Simaklah pemaparan berikut ini:

Ada beberapa kiat yang disuguhkan Islam untuk memelihara soliditas organisasi, di organisasi manapun kita berada. Kiat-kiat ini harus tetap dipelihara oleh para anggota di organisasi secara bersamaan.

     Kiat-kiat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
§  Ø Musyawarah
§  Ø Tabayyun
§  Ø Islah
§  Ø Silaturahmi
§  Ø Ta’awun
§  Ø Menjauhi Perbedaan
§  Ø Tafahhum
§  Ø Tadhhiyyah
§  Ø Taushiyyah

     Penjelsannya lebih rinci dapat disimak berikut ini:

 1.  Musyawarah
1.      Musyawarah dalam Alquran
Ada tiga ayat Alquran yang akar katanya menunjukkan musyawarah, yaitu:


1)        Al-Baqarah:233
فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَ
Apabila keduanya (suami-istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Ayat ini membicarakan bagaimana seharusnya hubungan suami-istri  saat mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak.

2)        Ali Imran:159
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan merekadalam urusan itu.  Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Ayat ini dari segi redaksionalnya ditujukan kepada Nabi Muhamad agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan para sahabat atau anggota masyarakatnya. Tetapi ayat ini juga merupakan petunjuk kepada kaum muslimin, khususnya setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-anggotanya.

 3)        As-Syura: 38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan  mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang  Kami berikan kepada mereka.
Ayat ini turun sebagai pujian kepada kaum Anshar yang bersedia membela Nabi saw. dan menyepakati hal tersebut melalui musyawarah yang mereka laksanakan di rumah Abu Ayub al-Anshari. Namun ayat ini juga berlaku umum, mencakup setiap kelompok yang melakukan musyawarah dalam kebaikan.

1.      Pengertian Musyawarah

Kata musyawarah diambil dari kata syawara. Pada mulanya bermakna “mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang , sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk pendapat. Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Dari pemaknaan asal, yaitu mengeluarkan madu, dan perkembangan maknanya, yaitu mengajukan pendapat, terdapat hubungan yang kuat, yang perlu untuk dicermati oleh orang yang bermusyawarah, yaitu sebagai berikut:
Madu bukan saja manis, melainkan juga obat untuk banyak penyakit, sekaligus sumber kesehatan dan kekuatan. Itu sebabnya madu dicari di manapun dan oleh siapa pun. Madu dihasilkan oleh lebah. Lebah makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari kembang, dan hasilnya madu (teu sawios raeng oge). Di manapun hinggap lebah tak pernah merusak. Ia takkan mengganggu kecuali diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat jadi obat. Seperti itulah makna musyawarah dan demikian pula sifat yang melakukan musyawarah. Raeng loba omong, tapi hasilnya manis menyehatkan. Lain kalahka omong, hasilna pundung, nyieun kelompok tandingan, nu asalna dulur jadi batur.

1.      Petunjuk Alquran dalam Pelaksanaan Musyawarah

Petunjuk Quran tentang musyawarah amat singkat dan hanya mengandung prinsip-prinsip umum saja, antara lain:
Sikap yang harus dilakukan seseorang untuk menyukseskan musyawarah, seperti yang diisyaratkan dalam Ali Imran:159. Pada ayat ini disebutkan 3 sikap yang secara berurutan diperintahkan kepada Nabi  untuk dilakukan sebelum datangnya perintah bermusyawarah, yaitu:

1)        Sikap lemah lembut
Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi sebagai seorang pemimpin, harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, mitra musyawarah akan bubar. Teu bubar ge babar, nyaeta sagala kaluar sarupaning ucapan nu teu pantes, sarta sumpah serapah, nu akhirna bakal jadi bubur, nyaeta ancur and babak belur. Petunjuk ini terkandung dalam kalimat
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

2)        Memberi maaf dan membuka lembaran baru
Pada ayat tersebut diungkap dengan kalimat fa’fu ‘anhum (maafkanlah mereka). Maaf secara harifiah berarti menghapus. Memafkan berarti menghapus bekas luka di hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Hal ini perlu untuk diperhatikan, karena tidak ada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati. Di sisi lain, orang yang  bermusyawarah harus menyiapkan mental untuk selalu bersedia memberi maaf. Karena ketika bermusyawarah mungkin terjadi perbedaan pendapat atau keluar kalimat-kalimat yang menyinggung pihak lain. Ini pesan yang terkandung dalam kalimat fa’fu ‘anhum. Kemudian orang yang  berwusyawarah harus menyadari bahwa untuk mencapai hasil yang terbaik ketika bermusyawarah tidak hanya mengandalkan ketajaman analisis akal saja, tetapi perlu pula kepada faktor yang ketiga.

3)      Permohonan maghfirah (ampunan) Allah
Dalam lanjutan ayat itu disebutkan was taghfir lahum. Permohonan maghfirah (ampunan) Allah. Artinya perlu kesucian hati, kebesaran jiwa, dan keikhlasan sebagai bukti kerhamonisan hubungan dengan Allah.
Kemudian Alquran memberi petunjuk pula tentang apa yang harus dilakukan setelah musyawarah itu selesai.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Yaitu kebulatan tekad untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam musyawarah.

1.      Permasalahan yang di Musyawarahkan

Dari penggunaan kata amr tersebut tampak jelas bahwa

1)   Ada hal-hal yang menjadi urusan Allah semata sehingga manusia tidak diperkenankan untuk mencampurinya

2)   Ada pula urusan yang dilimpahkan sepenuhnya kepada manusia.
Dalam masalah ketetatapan Allah dan Rasul-Nya yang bersumber dari Wahyu Allah menyatakan dengan tegas (al-Ahzab:36)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمْ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا  
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah  dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan  mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.

Dari ayat-ayat tersebut kami berkesimpulan bahwa persoalan-persoalan yang telah ada petunjuknya dari Allah secara tegas dan jelas, baik langsung maupun melalui Nabi-Nya, tidak dapat dimusyawarahkan, seperti urusan akidah dan tata-caranya, hukumnya judi dan miras.
Musyawarah hanya dilakukan pada masalah-masalah  Ibadah yang belum ditentukan petunjuknya secara tegas dan jelas Persoalan duniawi, baik yang petunjukknya bersifat global maupun tanpa petunjuk sema sekali.

*Penulis adalah Kabid KAIL HIMA PERSIS PK UPI, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UPI Bandung

Susunan Tasykil Himi Persis PK UPI


SUSUNAN KEPENGURUSAN
PIMPINAN KOMISARIAT HIMPUNAN MAHASISWI PERSATUAN ISLAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
MASA JIHAD 2011 – 2012 M


  
Ketua                          : Khilda Nur Azizah  
Sekretaris                   : Silvia Fujiyastuti
Bendahara                  : Asti Nuraeniah

Bidang- Bidang
1.  Kajian Keilmuan (KAIL) :                                                                                               
Kabid         : Desi Siti Aisyah H                                                                                                 
Sekbid       : Ismi Resti Fauziah                                                                                                     
Anggota     : Roufah Nur Maulina Bahij                                                                                     
                        Siti Laela Janiah    
           
2.  Kaderisasi dan Organisasi :                                                                                            
Kabid          : Yunengsih                                                                                                        
Sekbid         :Salamah Mutmainah                                                                                          
Anggota      : Sani Sakibah  
                     Trisni Mutiara A                                                                             
                       
 3. Humas        :
     Kabid          : Sheiha Sajied
     Sekbid         : Nira Inayah
 Anggota      : Mila Amalia

4. Sosial dan Ekonomi:
Kabid          : Wina Rosmelawati
Sekbid         : Ima Rosita
Anggota      : Tiara Purnama
Winda Dini Hayati